May 18, 2011

stres bagian wajar hidup berkeluarga

115948p  Sebagai orang tua, siapa sebenarnya yang lebih berat bebannya, ibu atau ayah? Siapa yang akan mengalami stres lebih parah? Bagaimana sebaiknya menyikapi berbagai tugas dalam peran menjadi suami-istri dan orang tua?
Bapak (JW) mengomentari artikel mengenai kekerasan ekonomi dalam keluarga. Beliau merasa kondisi dan pengalamannya banyak kemiripan dengan keluarga Ny NN, dan mengakui kerja rumah ibu rumah tangga tidak kalah berat dari pekerjaan suami di luar rumah
”Pria berkeluarga mempunyai multytasking, di kantor akan melaporkan pekerjaan kepada atasan, lalu mendapat delegasi mengoordinasikan pekerjaan ke bawahan, sabar memberi penjelasan ramah kepada pelanggan yang sedang complain, mengejar deadline, mencapai target omzet.
”Bekerja di perusahaan tidak mudah, semakin besar semakin kompleks, khususnya hubungan antarmanusia. Kadang ketemu atasan yang mau menang sendiri, menyalahkan orang lain, mungkin ketemu bawahan yang OKE BOS, tetapi pekerjaan selalu ACAK ADUL. Ada juga kolega yang salah paham terhadap sikap kerja kami, terlalu rajin dibilang menjilat. Tekanan di tempat kerja tidak ringan. Bila bukan demi keluarga, secepatnya mau mengundurkan diri.”
Pak JW juga menganalisis kemungkinan penyebab sikap suami Ny NN”Mungkin pada masa lalu tanpa disadari Ny NN pernah mengecewakan suami. Misalnya, suami memberi uang, tetapi dipinjamkan begitu saja kepada saudara yang sedang membutuhkan. Atau pernah Ny NN  membeli barang yang tidak mendesak, baik untuk anak atau keluarga.
Karena, wanita sering belanja secara impulsif, maaf, wanita juga sering ingin bersaing dengan tetangga. Ny NN mungkin juga sering memberi opini tidak tepat kepada suami sehingga suami lebih mendengar pendapat orang lain. Tidak ada maksud menghakimi siapa yang salah dan siapa yang benar. Setelah melewati perkawinan belasan tahun, pasti kedua belah pihak pernah berbuat salah secara tidak sengaja. Semoga Ny NN dan keluarga lebih harmonis.”
Menjadi orang tua

  Berkeluarga dan menjadi orang tua merupakan tahapan perkembangan kebanyakan orang pada masa dewasa dan merupakan tugas tidak ringan. Untuk dapat menjalani kehidupan berkeluarga dan tugas mengasuh anak secara baik, perlu kedewasaan sikap dan kematangan pribadi, baik dari pihak istri maupun suami.
  Saya mengucapkan terima kasih kepada Pak JW yang telah berbagi. Di satu sisi hal yang diutarakan bisa menjadi masukan bagi para istri yang belum bertindak bijak mengelola keuangan keluarga. Meski begitu, menurut hemat saya, alangkah baiknya bila penyelesaian masalah kesalahan pasangan dilakukan dengan tetap menghargai pasangan dan tidak berniat menghukum selamanya atau menampilkan sikap tidak percaya lagi kepada pasangan atau seperti yang ditampilkan suami Ny NN sehingga bisa digolongkan melakukan kekerasan.
  Kekeliruan yang sering terjadi dalam hidup berkeluarga adalah pasangan membedakan peran pria dan wanita secara sangat terpisah dan berlawanan, dan peran dan tugas itu tak bisa digantikan pasangan. Juga merasa perannya lebih penting dari pasangan. Dengan menganggap diri lebih unggul sama dengan mengingkari kemanusiaan tiap pihak. Akan lebih harmonis bila sebagai suami/ayah dan istri/ibu saling menghormati dan mendukung, bekerja sama dalam hubungan setara. Tidak sibuk dengan urusan sendiri sehingga justru terlalu egois dan mengabaikan kebutuhan anggota keluarga lain. Semua beban perlu ditanggung bersama dengan pembagian tugas disesuaikan kondisi.
  Jadi, tak ada gunanya membandingkan antara beban tugas ayah atau ibu dalam berkeluarga. Semua pihak sama pentingnya. Yang harus ditetapkan sejak awal, menyepakati siapa melakukan apa lalu mencoba menjalani dengan tanggung jawab. Bila perlu melakukan penyesuaian dengan tujuan saling membantu. Memang akan terus ada tekanan atau stres menyertai.
Mengelola stres
Tara Leonard (2001) mengatakan, stres bagian wajar hidup berkeluarga. Yang penting kita harus belajar mengelola stres tersebut. Beberapa saran yang dapat dilakukan:
1. Jangan mencoba melakukan semua sendiri. Berbagi tugas rumah dan pekerjaan lain antara ayah, ibu, dan anak-anak sesuai kemampuan dan kondisi masing-masing.
2. Istirahat sejenak setiap hari, usahakan melakukan sesuatu hanya untuk diri Anda sesuai minat.
3. Memelihara diri sendiri akan membantu mengatasi stres, seperti makan sehat, istirahat cukup, berolahraga sendirian atau bersama anggota keluarga lain.
4. Berbagi pandangan dengan orang tua lain, bisa dengan membentuk kelompok diskusi di lingkungan terdekat atau mengikuti seminar singkat menjadi orang tua yang baik.
5. Cari tahu kapan membutuhkan bantuan. Bila kita merasa tak mampu mengendalikan emosi dan khawatir akan menyakiti anak/pasangan, mintalah bantuan teman atau keluarga terdekat. Bila perlu pergi ke ahlinya.
6. Cari waktu khusus bersama anak/pasangan untuk sekadar mengobrol atau serius berbicara dari hati ke hati. Bisa di perjalanan ketika mengantar sekolah atau sambil berjalan pagi pada akhir pekan.
This work is licensed under a Creative Commons license.

0 coments:

.